Oleh : Ponirin Mika*
Terpilihnya Gus Yahya panggilan akrab KH. Yahya Cholil Tsaquf menghadirkan banyak harapan terutama bagi bangsa Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya. Harus diakui NU selama ini menjadi salah satu organisasi keagamaan yang terus hadir di tengah-tengah kebisingan bangsa selalu memberikan solusi alternatif. Banyak orang-orang menunggu sikap NU apabila terjadi persoalan keumatan dan kebangsaan. Karena memang NU tidak hanya bergerak pada urusan-urusan prihal keagamaan semata, akan tetapi NU pun tak pernah absen ikut berkontribusi pada hal-hal yang menyangkut dengan problematika kehidupan manusia.
Baca juga:
Wadas Adalah Kita
|
Organisasi yang didirikan oleh Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari ini memiliki andil sangat besar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Barangkali tidak berlebihan jika saya mengatakan “Ber NU itu Ber Indonesia”. Sebab gerakan-gerakan yang di bangun oleh organisasi Nahdlatul Ulama (NU) ini tidak terlepas dari sikap keperduliannya, dalam melaksanakan tugasnya sebagai anak bangsa. Pada perjalanan sejarahnya NU adalah organisasi terdepan memperjuangkan nasib bangsa baik dari cengkraman penjajah maupun dari bahaya-bahaya radikalisme agama.
Namun titik singgung antara NU dan di luar NU bukanlah hal yang mustahil dan seringkali terrjadi ini merupakan sebuah keniscayaan. Seringkali dengan persinggungan antara NU dan ormas keagamaan lainnya membuat sobekan-sobekan tak bisa terhindarkan. Adalah Gus Yahya ketua umum PBNU yang terpilih pada muktamar 34 di lampung pernah mengungkapkan akan menjahit sobekan-sobekan itu.
Memang pada kepemimpinan Prof. KH. Said Aqil Siroj NU sangat lantang dan berani melawan terhadap fikroh-fikroh keagamaan maupun harakahnya yang ditengarahi berpotensi akan mengganggu terhadap keamanan dan kenyamanan anak bangsa dalam benegara, di bawah kepemimpinannya NU disegani oleh semua kalangan, bahkan bagi kalangan tertentu NU ditakuti. NU sadar bahwa dirinya memiliki kewajiban untuk terus mengawal keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun terkadang sikap NU semacam ini dipandang sebagai langkah yang memusuhi islam. Pernyataan seperti ini bagi saya sangat tidak berdasar dan naif sekali. Justru dengan keberanian NU dalam menghadang gradikalis yang mengancam keutuhan NKRI harus mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya, dan tentu tidak hanya NU sendirian ada juga organisasi keagamaan lainnya yang memiliki sikap dan cara pandang yang sama dalam persoalan keislaman dan keindonesiaan. Sudah pada mafhum, tugas NU bukan hanya membahas berkait bahtsul masail tapi lebih dari itu NU mempunyai tanggung jawab untuk menjaga bangsa dan negara dari segala sektor.
Dengan hadirnya nahkoda baru, yaitu Gus Yahya kita sebagai anak bangsa berharap agar NU terus menjaga tren positifnya dan mengevaluasi tren negatifnya. NU harus hadir bukan hanya untuk Indonesia tapi untuk dunia. NU harus mampu berkibar pada sudut-sudut kehidupan manusia dari segala lintas tanpa sekat. NU harus menjadi milik dunia. Kita yakin di bawah kepemimpinan Gus Yahya NU akan bisa berkembang pesat dan bisa di terima semua kalangan.
Gus Yahya sebagai mantan juru bicara Presiden ke 4 KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) akan sarat dengan pengalaman-pengalaman, terutama berkait dengan manajemen organisasi dan komunikasi sehingga mampu menghadirkan NU sebagai pengayom, penggerak dan pencipta kedamaian bagi dunia. Gus Yahya yang disebut-sebuat sebagai anak ideologi gusdur akan mendapatkan tempat dan penyambutan baik bagi kalangan minoritas. Dengan sebuah i’tikad yang luar biasa, Gus Yahya menyampaikan bahwa tidak boleh calon presiden dari PBNU dan NU tidak bisa menjadi kendaraan politik tertentu. NU adalah milik semua anak bangsa yang berada di partai politik manapun. Mendengar statemen ketua umum PBNU yang baru ini banyak kalangan rumput warga NU yang mengamini.Harapan selanjuunya adalah agar NU dalam kepemimpinan Gus Yahnya melirik organisasi NU tingkat bawah seperti ranting, MWC dan bahkan cabang. Pengurus ranting butuh sentuhan moril dan kalua perlu ada dukungan kebijakan apabila dibutuhkan dari pengurus PBNU.
Hemat saya apbila pengurus ranting mampu memberikan pengayoman, pelayanan dan gerakan sosial keagamaan, pendidikan, pemberdayaan terhadap masyarakat bawah makan tugas PBNU akan lebih mudah, dan targetnya akan tercapai. Bagi saya NU tidak boleh menjadi organisasi elit yang pada akhirnya tidak mengetahui terhadap kondisi masyarakat bawah. Menciptakan jarak yang terlalu jauh akan membuat ketimpangan pengelolaan dan keterhambatan komunikasi.
Oleh karena itu, kehadiran Gus Yahya sangat dinanti-nanti untuk membawa NU semakin maju. NU adalah pesantren besar dan pesantren adalah NU kecil. Keberadaam pesantren salah satu media dakwah NU agar mampu mencerdaskan dan menciptakan kader-kader yang memiliki potensi menjadi sumber daya manusia yang diharapkan. Tanpa mengurangi rasa hormat saya, keberadan pesantren bisa dimaksimalkan dengan baik, terutama pesantren-pesantren kecil yang berada di kampung-kampung. Sebab pesantren yang keberadaannya di pelosok desa di perkampungan adalah pintu gerbang pertama dalam menghadang paham-paham dan Gerakan yang menyimpang.
Ikhtitam, saya sangat suka dengan keinginan Gus Yahya untuk menghidupkan gusdur. Kebangkitan gusdur adalah salah satu jawaban pada saat bangsa yang menanggung banyak persoalan, adalah persoalan keumatan dan kebangsaan.
Baca juga:
Prematur Pendidikan
|
Wallahul Muwafiq ila Aqwamit Thoriq.
*Ketua Lakpesdam MWCNU Paiton, Probolinggo dan Anggota Community of Critical Social Research Probolinggo.